Strategi berasal dari kata Strategos
(Yunani) dan Stretegus. Strategos berarti jendral atau berarti
pula perwira negara (states officer).
Jendral inilah yang bertanggung jawab merencanakan suatu strategi dan
mengarahkan pasukan untuk mencapai kemenangan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, strategi berarti rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus (Mufarrokah, 2009: 36).
Kemp
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Dari pendapat tersebut, Dick and Carey juga menyebutkan
bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar
pada siswa (Anonim, 2011).
Strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) dalam
pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru pada proses penyusunan
rencana kerja, belum sampai tindakan. Strategi pembelajaran disusun untuk
mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu sebelum menentukan strategi, perlu
dirumuskan tujuan yang jelas sehingga dapat diukur keberhasilannya.
Contoh
strategi pembelajaran adalah: strategi pembelajaran ekspositori, pembelajaran
deduktif, pembelajaran langsung (direct
instruction), strategi pembelajaran discovery dan inkuiri, strategi
pembelajaran induktif, dan lain-lain.
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal
dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat
menguasai materi pelajaran secara optimal.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari
pendekatan pembelajran yang berorientasi kepada guru, dikatakan demikian sebab
dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat penting atau dominan.
Dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspositori terdapat beberapa
keunggulan dan kelemahan di dalam menggunakan strategi ini, yaitu:
· Dengan strategi pembelajaran
ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran,
dengan demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran
yang disampaikan.
· Strategi pembelajaran ekspositori
dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa
cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
· Melalui strategi pembelajaran
ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang
suatu materi pelajaran juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi
(melalui pelaksanaan demonstrasi).
· Keuntungan lain adalah strategi
pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Disamping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran ekspositori ini
juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
· Strategi pembelajaran ini hanya
mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan
menyimak secara baik, untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu
perlu digunakan strategi yang lain.
· Strategi ini tidak mungkin dapat
melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan,
minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
· Karena strategi lebih banyak
diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam
hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir
kritis.
· Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat
tergantung kepada apa yang dimiliki guru seperti persiapan, pengetahuan, rasa
percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan seperti
kemampuan bertutur (berkomunikasi) dan kemampuan mengelola kelas, tanpa itu
sudah pasti proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.
· Oleh karena itu, gaya komunikasi
strategi pembelajaran ekspositori lebih banyak terjadi satu arah, maka
kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa sangat terbatas pula. Di samping
itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa
akan terbatas pada apa yang diberikan guru.
Dalam
pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan adalah pendekatan dalam
pembelajaran yang mensyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh
standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu (Sumaryanta, 2010: 96).
Seperti halnya dengan strategi
pembelajaran yang lain, pembelajaran tuntas juga memiliki kebaikan dan
kelemahan diantaranya (Uni, 2010):
Kelebihan belajar tuntas:
1.
Strategi
ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada
prinsif perbedaan individual, belajar kelompok.
2.
Strategi
ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagaimana disarankan dalam konsep
CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sendiri,
memecahkan masalah sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri.
3.
Dalam
strategi ini guru dan siswa diminta bekerja sama secara partisipatif dan
persuasif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap
siswa lainnya.
4.
Strategi
ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil belajar.
5.
Penilaian
yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsur objektivitas
yang tinggi.
Kelemahan belajar tuntas:
1.
Para
guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan belajar tuntas
karena harus dibuat untuk jangka satu semester, disamping penyusunan
satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.
2.
Strategi
ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai kegiatan, yang
berarti menuntut macam-macam kemampuan yang memadai.
3.
Guru-guru
yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan untuk
menyelenggarakan strategi ini yang relatif lebih sulit dan masih baru.
4.
Strategi
ini membutuhkan berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana. Dan waktu yang
cukup besar.
5.
Untuk
melaksanakan strategi ini mengacu kepada penguasaan materi belajar secara
tuntas sehingga menuntut para guru agar menguasai materi tersebut secara lebih
luas, menyeluruh, dan lebih lengkap. Sehingga para guru harus lebih banyak
menggunakan sumber-sumber yang lebih luas.
Strategi pembelajaran kemampuan berpikir merupakan model
pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan
berpikir siswa. Strategi tersebut bukan hanya sekedar model pembelajaran
yang diarahkan agar peserta didik dapat mengingat dan memahami berbagai
data,fakta atau konsep, akan tetapi bagaimana data, fakta dan konsep tersebut
dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam
menghadapi dan memecahkan masalah.
Perbedaan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan
Berfikir dengan Pembelajaran Konvensional:
· Strategi Pembelajaran Peningkatan
Kemampuan Berfikir menempatkan peserta didik sebagai obyek belajar, artinya
peserta didik beperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara
menggali pengalamannya sendiri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional
peserta didik ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai
pemberi informasi pasif.
· Dalam Strategi Pembelajaran
Kemampuan Berfikir, pembelajarannya dikaitkan dengan kehidupan
nyata melalui penggalian pengalaman setiap siswa, sedangkan
dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan
abstrak.
· Dalam Strategi Pembelajaran
Kemampuan Berfikir, perilaku dibangun atas kesadaran sendiri, sesangkan dalam
pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas proses kebiasaan.
· Dalam Strategi Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan Berfikir, kemampuan didasarkan atas penggalian
pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh
melalui latihan-latihan
· Tujuan akhir dari proses
pembelajaran melalui Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir
adalah kemampuan berpikir melalui proses menghubungkan antara
pengalaman dengan kenyataan, sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan
akhir adalah penguasaan materi pembelajaran
· Dalam Strategi Pembelajaran
Kemampuan Berfikir, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri
sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia
menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat, sedangkan dalam
pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu dalam pembelajaran
konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar
dirinya,misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman.
· Dalam Strategi Pembelajaran
Kemampuan Berfikir, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu
berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap
peserta didik bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan
yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin
terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena
pengetahuan dikontruksikan oleh orang lain.
· Tujuan yang ingin dicapai oleh
Strategi Pembelajaran Kemampuan Berfikir adalah kemampuan siswa dalam proses
berpikir untuk memperoleh pengetahuan, maka kriteria keberhasilan
ditentukan oleh proses dan hasil belajar, sedangkan pembelajaran konvensional
keberhasilan pembelajaran hanya diukur dari tes.
Menurut
Kagan (Mahmudin,
2009) pembelajaran
kooperatif adalah strategi pengajaran yang sukses di mana tim
kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda,
menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka
tentang suatu subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk
belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga
menciptakan suasana prestasi bersama-sama. Students
work through the assignment until all group members successfully understand and
complete it. Siswa bekerja melalui penugasan sampai semua anggota kelompok
berhasil memahami dan menyelesaikannya.
Strategi
pembelajaran kooperatif telah dikembangkan dalam berbagai tipe variasi, di
antaranya adalah Think-Pair-Share, Students Teams Achievement Devition, Teams
Games-Turnament, Jigsaw, dan sebagainya.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dicirikan oleh suatu
struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Pelaksanaan strategi belajar
ini, siswa ditugaskan untuk bekerja dalam satu kumpulan yang terdiri dari 4-5
orang setelah guru menyampaikan bahan pelajaran dan mengharuskan semua anggota
menguasai pelajaran itu. Setelah melakukan kegiatan diskusi setiap
anggota kelompok akan diberi ujian atau
kuis secara individu.
Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa belajar dan
membentuk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan kerja sama setiap
siswa dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada mereka,
pada pembelajaran ini siswa dilatih untuk nerkerja sama dan bertanggung jawab
terhadap tugas mereka sedangkan guru pada metode pembelajaran ini berfungsi sebagai
fasilitator yang mengatur dan mengawasi jalannya proses belajar.
Guru yang menggunakan STAD juga mengacu pada belajar
kelompok siswa menyajikan informasi akademik baru pada siswa setiapa minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks.
STAD terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang tetap sebagai
berikut:
·
Mengajar
: mempresentasikan pelajaran.
·
Belajar
dalam tim: siswa bekerja di dalam tim mereka dengan menggunakan Lembar Kegiatan
Siswa untuk menuntaskan materi pelajaran.
·
Tes:
siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual.
·
Pengahargaan
tim: skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim, sertifikat,
laporan berkala kelas, atau papan pengumuman digunakan untuk memberi
penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor tertinggi.
Langkah-langkah
Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Slavin (Mbegdut, 2010) menguraikan langkah-langkah mengantar siswa kepada STAD adalah sebagai berikut:
a.
Bagilah
siswa ke dalam kelompok masing-masing terdiri dari empat atau lima anggota.
Pastikan bahwa kelompok yang terbentuk itu berimbang dalam hal kinerja
akademik, jenis kelamin dan asal suku.
b.
Buatlah
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran yang anda
rencanakan untuk diajarkan.
c.
Pada
saat anda menjelaskan STAD
kepada kelas anda, bacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan tim.
d.
Bila
tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang lain, dan
berikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tes itu.
e.
Pengakuan
kepada prestasi tim, segera setelah anda menghitung poin untuk siswa dan
menhitung skor tim.
Adapun penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD menurut Slavin
(Mbegdut, 2010), STAD terdiri
dari lima komponen utama yaitu, presentasi kelas, kelompok, kuis (tes), skor
peningkatan individual dan penghargaan kelompok. Masing-masing komponen akan
diuraikan sebagai berikut:
a.
Presentasi
Kelas
Materi dalam STAD disampaikan pada presentasi kelas. Presentasi kelas ini
biasanya menggunakan pengajaran langsung (direct instruction) atau ceramah,
dilakukan oleh guru. Presentasi kelas dapat pula menggunakan audiovisual.
Presentasi kelas ini meliputi tiga komponen, yakni pendahuluan, pengembangan
dan praktek terkendali.
b.
Kelompok
Kelompok terbentuk terdiri dari empat atau lima siswa, dengan memperhatikan
perbedaan kemampuan, jenis kelamin dan ras atau etnis. Fungsi utama kelompok
adalah memastikan bahwa semua anggota kelompok terlibat dalam kegiatan belajar,
dan lebih khusus adalah mempersiapkan anggota kelompok agar dapat menjawab kuis
(tes) dengan baik. Termasuk belajar dalam kelompok adalah mendiskusikan
masalah, membandingkan jawaban dan meluruskan jika ada anggota kelompok yang
mengalami kesalahan konsep.
c.
Kuis
(tes)
Setelah beberapa periode presentasi
kelas dan kerja kelompok, siswa diberikan kuis individual. Siswa tidak
diperkenankan saling membantu pada saat kuis berlangsung.
d.
Skor
Peningkatan Individual
Penilaian kelompok berdasarkan skor
peningkatan individu, sedangkan skor peningkatan tidak didasarkan pada skor
mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui
rata-rata skor sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin
maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa memperoleh skor
untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka.
e.
Penghargaan
Kelompok
Kelompok dapat memperoleh sertifikat
atau hadiah jika rata-rata skornya melampaui kriteria tertentu.
Keuntungan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Anonim, 2011),
yaitu:
·
Dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan
membahas suatu masalah.
·
Dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan
mengenai suatu masalah.
·
Dapat
mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.
·
Dapat
memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu dan
kebutuhan belajarnya.
·
Para
siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih aktif dalam
diskusi.
·
Dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai,
menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat orang lain.
Kelemahan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Anonim, 2011),
yaitu:
§ Kerja kelompok hanya melibatkan
mereka yang mampu memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang pandai dan
kadang-kadang menuntut tempat yang berbeda dan gaya-gaya mengajar berbeda.
Think-Pair-Share (TPS) pertama kali
dikembangkan oleh Lyman pada tahun 1981. Resiko dalam pembelajaran TPS relatif
rendah dan struktur pembelajaran kolaboratif pendek, sehingga sangat ideal bagi
guru dan siswa yang baru belajar kolaboratif. TPS merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6
anggota).
Dalam TPS, guru
menantang dengan pertanyaan terbuka dan memberi siswa setengah sampai satu
menit untuk memikirkan pertanyaan itu. Hal ini penting karena memberikan
kesempatan siswa untuk mulai merumuskan jawaban dengan mengambil informasi dari
memori jangka panjang. Siswa kemudian berpasangan dengan satu anggota kelompok
kolaboratif atau tetangga yang duduk di dekatnya dan mendiskusikan ide-ide
mereka tentang pertanyaan selama beberapa menit.
Guru dalam hal ini
dapat mengatur pasangan yang tidak sekelompok untuk menciptakan variasi
gaya-gaya belajar bagi siswa. Struktur TPS memberikan kesempatan yang sama pada
semua siswa untuk mendiskusikan ide-ide mereka. Hal ini penting karena
siswa mulai untuk membangun pengetahuan mereka dalam diskusi ini, di samping
untuk mengetahui apa yang mereka dapat lakukan dan belum ketahui. Proses aktif
ini biasanya tidak tersedia bagi siswa dalam pembelajaran tradisional.
Setelah beberapa
menit guru dapat memilih secara acak pasangan yang ingin berbagi di hadapan
kelas. Proses ini dapat dilakukan dengan meminta inisiatif siswa. Siswa
biasanya lebih rela untuk merespon setelah mereka memiliki kesempatan untuk
mendiskusikan ide-ide mereka dengan teman sekelas karena jika jawabannya salah,
rasa malu dapat dirasakan bersama. Selain itu, tanggapan yang diterima sering
lebih intelektual sehingga melalui proses ini siswa dapat mengubah atau
merefleksi ide-ide mereka.
Dalam
implementasinya secara teknis Howard (Mahmudin, 2009) mengemukakan lima langkah
utama dalam pembelajaran dengan teknik TPS, sebagai berikut:
·
Step 1 : Guru memberitahukan
sebuah topik dan menyatakan berapa lama setiap siswa akan berbagi
informasi dengan pasangan mereka.
·
Step 2 : Guru akan menetapkan
waktu berpikir secara individual.
·
Step 3 : Dalam pasangan,
pasangan A akan berbagi; pasangan B akan mendengar.
·
Step 4 : Pasangan B kemudian
akan merespon pasangan.
·
Step 5 : Pasangan berganti
peran.
Dalam Pembelajaran
TPS, jika siswa tidak kuat dalam sebuah topik, atau tidak sepenuhnya memahami
konsep ide, pasangan mereka dapat membantu memahami dan menjelaskannya kepada
mereka. Jika siswa masih tidak mengerti mereka bisa mencoba untuk memberi
pemahaman secara sederhana dan akrab. Biasanya dua otak bekerja lebih baik dari
pada satu.
Pembelajaran TPS
dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata
secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. Membantu siswa
untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta
menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji
ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi
selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberi rangsangan untuk
berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang.
Pembelajaran TPS
juga mengembangkan keterampilan, yang sangat penting dalam perkembangan dunia
saat ini. Pembelajaran TPS bisa mengajarkan orang untuk bekerja bersama-sama
dan lebih efisien, biasanya kegiatan praktik perlu dilakukan dalam jangka waktu
tertentu. Dengan bekerja sama, dua orang dapat menyelesaikan sesuatu lebih
cepat.
Kerugian diperoleh
dengan pembelajaran kooperatif (khususnya TPS) sering didapatkan oleh
siswa-siswa malas. Kadang-kadang satu orang yang tersisa dengan semua pekerjaan
karena pasangan mereka tidak memberi bantuan. Biasanya dengan kerjasama dalam
TPS yang diberikan adalah untuk dua orang. Kelemahan yang diperoleh adalah jika
pasangan siswa tidak memahami informasi sama sekali, siswa dapat diperlambat,
hanya karena dia harus menjelaskan semua materi sebelum dia benar-benar dapat
memulai menyelesaikan masalah atau melakukan instruksi yang diberikan.
Kelemahan ketiga
ditemukan dengan pembelajaran TPS adalah pemaksa siswa. Kadang-kadang
siswa dapat terjebak dengan orang yang harus melakukan semua pekerjaan, dan
tidak akan memperlambat mereka. Dalam beberapa kasus ini bisa baik, jika orang
yang malas dipasangkan dengan orang yang ambisius dan tidak ada yang marah.
Tapi itu memunculkan poin lain yang baik, karena kadang-kadang siswa
membutuhkan pengalaman benturan kepribadian orang lain. Dalam beberapa kasus
waktu yang dibutuhkan untuk praktik tidak terduga, karena siswa menghabiskan
lebih banyak waktu dalam perbedaan daripada waktu yang digunakan dalam melakukan
pekerjaan sebagaimana mestinya.
Bagi para guru
yang berencana untuk menggunakan pembelajaran kooperatif TPS dalam kelas,
mereka harus melakukannya. Meskipun ada beberapa kelemahan, pembelajaran
kooperatif dipercaya dalam jangka panjang keuntungan dapat diperoleh jauh lebih
besar dari kerugiannya. Hal yang perlu diperhatikan adalah guru harus jeli
melihat dan memasangkan siswa. Siswa memang harus mampu mengatasi perbedaan
satu sama lain, tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Siswa juga sebaiknya tidak
memilih pasangan mereka, akan tetapi keterlibatan siswa dalam penetapan
kelompok guru dapat meminta siswa menulis di selembar kertas lima nama yang
mereka tidak keberatan bekerja bersama. Guru kemudian dapat memasangkan siswa
sesuai dengan cara ini untuk menyelesaikan pekerjaan.
Teams Games-Tournaments
(TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam
TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang
yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.
Keunggulan dan
kelemahan pembelajaran TGT:
1.
Para siswa di dalam kelas-kelas yang
menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari
kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
2.
Meningkatkan perasaan/persepsi siswa
bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada
keberuntungan.
3.
TGT meningkatkan harga diri sosial pada
siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
4.
TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap
yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
5.
Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam
belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
6.
TGT meningkatkan kehadiran siswa di
sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang
menerima skors atau perlakuan lain.
Langkah-Langkah pembelajaran
dengan TGT:
a.
Pembentukan
kelompok dalam pembelajaran TGT kelas dibagi dalam beberapa kelompok.Tiap
kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Tiap kelompok mempunyai sifat heterogen dalam
hal jenis kelamin dan kemampuan akademik sebelum materi pelajaran di berikan
kepada siswa. Dijelaskan bahwa mereka akanbekerja sama dalam kelompok selama
beberapa minggu dan memainkan peranan akademik untuk menambah poin bagi nilai
kelompok mereka.Bahwa kelompok yang nilainya tertinggi akan mendapatkan
penghargaan.
b.
Pemberian
materi pelajaran dalam TGT mula-mula diberikan melalui forum presentase kelas
berupa pengajaran langsung atau diskusi dalam pelajaranyang dilakukan oleh
guru. Materi pengajaran dalam TGT di rancang khusus untuk menunjang pelaksanaan
tournament.
c.
Belajar
kelompok kepada masing-masing kelompok diberikan tugas untukmengerjakan lembar
kerja siswa (LKS) yang telah di sediakan. Fungsi utama kelompok ini adalah
memastikan bahwa semua anggota kelompok belajar dan lebih khusus lagi untuk
menyiapkan anggotanya agar dapatmengerjakan soal-soal latihan yang akan di
evaluasi melalui tournament.
d.
Tournament merupakan suatu struktur dimana
permainan ituterjadi. Biasanya diadakan di akhir pokok bahasan atau akhir
minggu setelah guru mengajar di kelas dan kelompok-kelompok telah mendapatkan
waktu untuk latihan-latihan dengan lembar kegiatan. Permainan disusun dari
pertanyaan-pertanyaan yang diperoleh siswa dari penyampaian pelajaran di kelas
dan kegiatan-kegiatan kelompok.
TAI
atau Team Accelerated Indivudualization
(Percepatan Pengajaran Tim) diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk
pengajaran individual dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim
pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa
secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan
saling memberi dorongan untuk maju (Slavin, 2008: 186).
TAI
tergantung pada pengaturan khusus materi-materi pengajaran dan memiliki panduan
implementasinya sendiri.
CTL bukanlah singkatan dari Catat Tinggal Lungo (Bahasa Jawa) atau
mencatat kemudian ditinggal pergi. Artinya seorang guru memberikan tugas kepada
peserta didik untuk mencatat pelajaran di kelas kemudian pergi begitu saja.
Tetapi, CTL atau Contextual Teaching and
Learning adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism),
bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan
penilaian sebenarnya (authentic assessment) (Amier, 2010).
Strategi
pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa
memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
Contextual teaching and learning adalah suatu
strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukanmateri
yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehinggamendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.
Secara garis besar langkah-langkah
penerapatan CTL dalam kelas sebagai berikut (Almasdi, 2010):
a.
Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.
b.
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan
inquiri untuk semua topik
c.
Kembangkan sifat ingin tahu siswa
dengan bertanya
d.
Ciptakan masyaraka belajar (belajar
dalam kelompok)
e.
Hadirkan model sebagai contoh
pembelajaran
f.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan
g.
Lakukan penilaian yang sebenarnya
dengan berbagai cara
Strategi
pembelajaran inkuiri menenkankan pada proses mencari dan menemukan. Materi
pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam strategi ini
adalah mencari dan menemukan materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai
fasilitaor dan pembimbing siswa untuk belajar.
Strategi
pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan
pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri
biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi
pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang
berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.
Strategi
pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan,
karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
a.
Strategi ini merupakan strategi
pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap
lebih bermakna. Strategi ini dapat
memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
b.
Strategi ini merupakan strategi yang
dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap
belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
c.
Keuntungan lain adalah strategi
pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di
atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan
terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Di
samping memiliki keunggulan, strategi ini juga mempunyai kelemahan, di
antaranya:
a.
Jika strategi ini digunakan sebagai
strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan
siswa.
b.
Strategi ini sulit dalam merencanakan
pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
c.
Kadang-kadang dalam
mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru
sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
d.
Selama kriteria keberhasilan belajar
ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka startegi ini
akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
Ada beberapa cara menerapkan PBL
dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini dimulai dengan adanya
masalah yang harus dipecahkan oleh peserta didik. Masalah tersebut dapat
berasal dari peserta didik atau dari pendidik. Peserta didik akan memusatkan
pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, peserta didik
belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi
pusat perhatiannya. Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan
langkah-langkah metode ilmiah. David Johnson and Johnson
mengemukakan 5 langkah strategi PBL melalui kegiatan kelompok (Anonim, 2012):
1.
Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan
masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa
menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa
meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk
dipecahkan.
2.
Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan
sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor
yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian
masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga
akhirnya peserta didik dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat
dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan.
3.
Merumuskan alternatif strategi, yaitu
menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada
tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan
argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.
4.
Menentukan dan menerapkan strategi
pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat
dilakukan.
5.
Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses
maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh proses
pelaksanaan kegiatan, evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari
penerapan strategi yang diterapkan.
Dari penjelasan di atas dengan
menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa keunggulan
dan kelemahan di dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Keunggulan
Sebagai suatu strategi pembelajaran,
strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, di
antaranya:
· Pemecahan masalah merupakan teknik
yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
· Pemecahan masalah dapat menantang
kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru
bagi siswa.
· Pemecahan masalah dapat meningkatkan
aktivitas pembelajaran siswa.
· Pemecahan masalah dapat membantu
siswa bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata.
· Pemecahan masalah dapat membantu
siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan.
· Melalui pemecahan masalah dianggap
lebih menyenangkan dan disukai siswa.
· Pemecahan masalah dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan
mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
· Pemecahan masalah dapat memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki
dalam dunia nyata.
· Pemecahan masalah dapat
mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah harus dimulai dengan
kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru
membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh
manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa, pada
tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang
terjadi dari berbagai fenomena yang ada.
2. Kelemahan
Di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis masalah juga
memiliki beberapa kelemahan diantaranya:
·
Manakala
siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencoba.
·
Keberhasilan
strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan.
·
Tanpa
pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.