Sabtu, 09 November 2013

STRATEGI PEMBELAJARAN

            Strategi berasal dari kata  Strategos (Yunani) dan Stretegus. Strategos berarti jendral atau berarti pula perwira negara (states officer). Jendral inilah yang bertanggung jawab merencanakan suatu strategi dan mengarahkan pasukan untuk mencapai kemenangan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi berarti rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (Mufarrokah, 2009: 36).

            Kemp menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dari pendapat tersebut, Dick and Carey juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa (Anonim, 2011).

Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru pada proses penyusunan rencana kerja, belum sampai tindakan. Strategi pembelajaran disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas sehingga dapat diukur keberhasilannya.

Contoh strategi pembelajaran adalah: strategi pembelajaran ekspositori, pembelajaran deduktif, pembelajaran langsung (direct instruction), strategi pembelajaran discovery dan inkuiri, strategi pembelajaran induktif, dan lain-lain.

A.    Ekspository Learning (Hipni, 2011)


Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajran yang berorientasi kepada guru, dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat penting atau dominan. Dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspositori terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan di dalam menggunakan strategi ini, yaitu:

1.         Kelebihan


·       Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.

·       Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.

·       Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).

·       Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.

2.         Kelemahan


Disamping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran ekspositori ini juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

·       Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik, untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi yang lain.

·       Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.

·       Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.

·       Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi) dan kemampuan mengelola kelas, tanpa itu sudah pasti proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.

·       Oleh karena itu, gaya komunikasi strategi pembelajaran ekspositori lebih banyak terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

B.     Mastery Learning atau Belajar Tuntas.


Dalam pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mensyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu (Sumaryanta, 2010: 96).

Seperti halnya dengan strategi pembelajaran yang lain, pembelajaran tuntas juga memiliki kebaikan dan kelemahan diantaranya (Uni, 2010):

Kelebihan belajar tuntas:

1.         Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada prinsif perbedaan individual, belajar kelompok.

2.         Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagaimana disarankan dalam konsep CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri.

3.         Dalam strategi ini guru dan siswa diminta bekerja sama secara partisipatif dan persuasif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap siswa lainnya.

4.         Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil belajar.

5.         Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsur objektivitas yang tinggi.

Kelemahan belajar tuntas:

1.         Para guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka satu semester, disamping penyusunan satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.

2.         Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti menuntut macam-macam kemampuan yang memadai.

3.         Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relatif lebih sulit dan masih baru.

4.         Strategi ini membutuhkan berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana. Dan waktu yang cukup besar.

5.         Untuk melaksanakan strategi ini mengacu kepada penguasaan materi belajar secara tuntas sehingga menuntut para guru agar menguasai materi tersebut secara lebih luas, menyeluruh, dan lebih lengkap. Sehingga para guru harus lebih banyak menggunakan sumber-sumber yang lebih luas.

 

C.     Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) (Anonim, 2012)


Strategi pembelajaran kemampuan berpikir merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan berpikir siswa. Strategi tersebut  bukan hanya sekedar model pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik dapat mengingat dan memahami berbagai data,fakta atau konsep, akan tetapi bagaimana data, fakta dan konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah.

Perbedaan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir  dengan Pembelajaran Konvensional:

·      Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir menempatkan peserta didik sebagai obyek belajar, artinya peserta didik beperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menggali pengalamannya sendiri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional peserta didik ditempatkan sebagai objek belajar yang  berperan sebagai pemberi informasi pasif.

·      Dalam Strategi Pembelajaran Kemampuan Berfikir, pembelajarannya dikaitkan dengan kehidupan nyata   melalui penggalian  pengalaman setiap siswa, sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat  teoritis dan abstrak.

·      Dalam Strategi Pembelajaran Kemampuan Berfikir, perilaku dibangun atas kesadaran sendiri, sesangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas proses kebiasaan.

·      Dalam Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir, kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan

·      Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir adalah kemampuan berpikir  melalui proses  menghubungkan antara pengalaman dengan kenyataan, sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah  penguasaan materi pembelajaran

·      Dalam Strategi Pembelajaran Kemampuan Berfikir, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia  menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat, sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya,misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman.

·      Dalam Strategi Pembelajaran Kemampuan Berfikir, pengetahuan yang dimiliki  setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap peserta didik  bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikontruksikan oleh orang lain.

·      Tujuan yang ingin dicapai oleh Strategi Pembelajaran Kemampuan Berfikir adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir untuk  memperoleh pengetahuan, maka kriteria  keberhasilan ditentukan oleh proses dan hasil belajar, sedangkan pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran hanya diukur dari tes.

D.    Strategi Pembelajaran Kooperatif


Menurut Kagan (Mahmudin, 2009) pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga menciptakan suasana prestasi bersama-sama. Students work through the assignment until all group members successfully understand and complete it. Siswa bekerja melalui penugasan sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan menyelesaikannya.

Strategi pembelajaran kooperatif telah dikembangkan dalam berbagai tipe variasi, di antaranya adalah Think-Pair-Share, Students Teams Achievement Devition, Teams Games-Turnament, Jigsaw, dan sebagainya.

1.         Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team-Achievement Division (Krisdaning, 2012)


Pembelajaran kooperatif  tipe STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Pelaksanaan strategi belajar ini, siswa ditugaskan untuk bekerja dalam satu kumpulan yang terdiri dari 4-5 orang setelah guru menyampaikan bahan pelajaran dan mengharuskan semua anggota menguasai pelajaran  itu. Setelah melakukan kegiatan diskusi setiap anggota kelompok  akan  diberi  ujian  atau  kuis  secara  individu.

Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa belajar dan membentuk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan kerja sama setiap siswa dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada mereka, pada pembelajaran ini siswa dilatih untuk nerkerja sama dan bertanggung jawab terhadap tugas mereka sedangkan guru pada metode  pembelajaran ini berfungsi sebagai fasilitator yang mengatur dan mengawasi jalannya proses belajar.

Guru yang menggunakan STAD juga mengacu pada belajar kelompok siswa menyajikan informasi akademik baru pada siswa setiapa minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.

STAD terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang tetap sebagai berikut:

·           Mengajar : mempresentasikan pelajaran.

·           Belajar dalam tim: siswa bekerja di dalam tim mereka dengan menggunakan Lembar Kegiatan Siswa untuk menuntaskan materi pelajaran.

·           Tes: siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual.

·           Pengahargaan tim: skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim, sertifikat, laporan berkala kelas, atau papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor tertinggi.

 

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Slavin (Mbegdut, 2010) menguraikan langkah-langkah mengantar siswa kepada STAD adalah sebagai berikut:

a.         Bagilah siswa ke dalam kelompok masing-masing terdiri dari empat atau lima anggota. Pastikan bahwa kelompok yang terbentuk itu berimbang dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin dan asal suku.

b.        Buatlah Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran yang anda rencanakan untuk diajarkan.

c.         Pada saat anda menjelaskan STAD kepada kelas anda, bacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan tim.

d.        Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang lain, dan berikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tes itu.

e.         Pengakuan kepada prestasi tim, segera setelah anda menghitung poin untuk siswa dan menhitung skor tim.

Adapun penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (Mbegdut, 2010), STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu, presentasi kelas, kelompok, kuis (tes), skor peningkatan individual dan penghargaan kelompok. Masing-masing komponen akan diuraikan sebagai berikut:

a.         Presentasi Kelas

Materi dalam STAD disampaikan pada presentasi kelas. Presentasi kelas ini biasanya menggunakan pengajaran langsung (direct instruction) atau ceramah, dilakukan oleh guru. Presentasi kelas dapat pula menggunakan audiovisual. Presentasi kelas ini meliputi tiga komponen, yakni pendahuluan, pengembangan dan praktek terkendali.

b.         Kelompok
Kelompok terbentuk terdiri dari empat atau lima siswa, dengan memperhatikan perbedaan kemampuan, jenis kelamin dan ras atau etnis. Fungsi utama kelompok adalah memastikan bahwa semua anggota kelompok terlibat dalam kegiatan belajar, dan lebih khusus adalah mempersiapkan anggota kelompok agar dapat menjawab kuis (tes) dengan baik. Termasuk belajar dalam kelompok adalah mendiskusikan masalah, membandingkan jawaban dan meluruskan jika ada anggota kelompok yang mengalami kesalahan konsep.

c.         Kuis (tes)

Setelah beberapa periode presentasi kelas dan kerja kelompok, siswa diberikan kuis individual. Siswa tidak diperkenankan saling membantu pada saat kuis berlangsung.

d.        Skor Peningkatan Individual

Penilaian kelompok berdasarkan skor peningkatan individu, sedangkan skor peningkatan tidak didasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa memperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka.

e.         Penghargaan Kelompok

Kelompok dapat memperoleh sertifikat atau hadiah jika rata-rata skornya melampaui kriteria tertentu.

Keuntungan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Anonim, 2011), yaitu:

·           Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.

·           Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah.

·           Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.

·           Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu dan kebutuhan belajarnya.

·           Para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih aktif dalam diskusi.

·           Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat orang lain.

Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Anonim, 2011), yaitu:

§   Kerja kelompok hanya melibatkan mereka yang mampu memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang pandai dan kadang-kadang menuntut tempat yang berbeda dan gaya-gaya mengajar berbeda.

2.      Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share atau TPS (Mahmudin, 2009)


Think-Pair-Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Lyman pada tahun 1981. Resiko dalam pembelajaran TPS relatif rendah dan struktur pembelajaran kolaboratif pendek, sehingga sangat ideal bagi guru dan siswa yang baru belajar kolaboratif.  TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota).

Dalam TPS, guru menantang dengan pertanyaan terbuka dan memberi siswa setengah sampai satu menit untuk memikirkan pertanyaan itu. Hal ini penting karena memberikan kesempatan siswa untuk mulai merumuskan jawaban dengan mengambil informasi dari memori jangka panjang. Siswa kemudian berpasangan dengan satu anggota kelompok kolaboratif atau tetangga yang duduk di dekatnya dan mendiskusikan ide-ide mereka tentang pertanyaan selama beberapa menit.

Guru dalam hal ini dapat mengatur pasangan yang tidak sekelompok untuk menciptakan variasi gaya-gaya belajar bagi siswa. Struktur TPS memberikan kesempatan yang sama pada semua siswa untuk mendiskusikan ide-ide mereka.  Hal ini penting karena siswa mulai untuk membangun pengetahuan mereka dalam diskusi ini, di samping untuk mengetahui apa yang mereka dapat lakukan dan belum ketahui. Proses aktif ini biasanya tidak tersedia bagi siswa dalam pembelajaran tradisional.

Setelah beberapa menit guru dapat memilih secara acak pasangan yang ingin berbagi di hadapan kelas. Proses ini dapat dilakukan dengan meminta inisiatif siswa. Siswa biasanya lebih rela untuk merespon setelah mereka memiliki kesempatan untuk mendiskusikan ide-ide mereka dengan teman sekelas karena jika jawabannya salah, rasa malu dapat dirasakan bersama. Selain itu, tanggapan yang diterima sering lebih intelektual sehingga melalui proses ini siswa dapat mengubah atau merefleksi ide-ide mereka.

Dalam implementasinya secara teknis Howard (Mahmudin, 2009) mengemukakan lima langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TPS, sebagai berikut:

·           Step 1 : Guru memberitahukan sebuah topik dan  menyatakan berapa lama setiap siswa akan berbagi informasi dengan pasangan mereka.

·           Step 2 : Guru akan menetapkan waktu berpikir secara individual.

·           Step 3  : Dalam pasangan, pasangan A akan berbagi; pasangan B akan mendengar.

·           Step 4 : Pasangan B kemudian akan merespon pasangan.

·           Step 5 : Pasangan berganti peran.

Dalam Pembelajaran TPS, jika siswa tidak kuat dalam sebuah topik, atau tidak sepenuhnya memahami konsep ide, pasangan mereka dapat membantu memahami dan menjelaskannya kepada mereka. Jika siswa masih tidak mengerti mereka bisa mencoba untuk memberi pemahaman secara sederhana dan akrab. Biasanya dua otak bekerja lebih baik dari pada satu.

Pembelajaran TPS dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberi rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang.

Pembelajaran TPS juga mengembangkan keterampilan, yang sangat penting dalam perkembangan dunia saat ini. Pembelajaran TPS bisa mengajarkan orang untuk bekerja bersama-sama dan lebih efisien, biasanya kegiatan praktik perlu dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Dengan bekerja sama, dua orang dapat menyelesaikan sesuatu lebih cepat.

Kerugian diperoleh dengan pembelajaran kooperatif (khususnya TPS) sering didapatkan oleh siswa-siswa malas. Kadang-kadang satu orang yang tersisa dengan semua pekerjaan karena pasangan mereka tidak memberi bantuan. Biasanya dengan kerjasama dalam TPS yang diberikan adalah untuk dua orang. Kelemahan yang diperoleh adalah jika pasangan siswa tidak memahami informasi sama sekali, siswa dapat diperlambat, hanya karena dia harus menjelaskan semua materi sebelum dia benar-benar dapat memulai menyelesaikan masalah atau melakukan instruksi yang diberikan.

Kelemahan ketiga ditemukan dengan pembelajaran TPS adalah pemaksa siswa. Kadang-kadang siswa dapat terjebak dengan orang yang harus melakukan semua pekerjaan, dan tidak akan memperlambat mereka. Dalam beberapa kasus ini bisa baik, jika orang yang malas dipasangkan dengan orang yang ambisius dan tidak ada yang marah. Tapi itu memunculkan poin lain yang baik, karena kadang-kadang siswa membutuhkan pengalaman benturan kepribadian orang lain. Dalam beberapa kasus waktu yang dibutuhkan untuk praktik tidak terduga, karena siswa menghabiskan lebih banyak waktu dalam perbedaan daripada waktu yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya.

Bagi para guru yang berencana untuk menggunakan pembelajaran kooperatif TPS dalam kelas, mereka harus melakukannya. Meskipun ada beberapa kelemahan, pembelajaran kooperatif dipercaya dalam jangka panjang keuntungan dapat diperoleh jauh lebih besar dari kerugiannya. Hal yang perlu diperhatikan adalah guru harus jeli melihat dan memasangkan siswa. Siswa memang harus mampu mengatasi perbedaan satu sama lain, tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Siswa juga sebaiknya tidak memilih pasangan mereka, akan tetapi keterlibatan siswa dalam penetapan kelompok guru dapat meminta siswa menulis di selembar kertas lima nama yang mereka tidak keberatan bekerja bersama. Guru kemudian dapat memasangkan siswa sesuai dengan cara ini untuk menyelesaikan pekerjaan.

3.      Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games-Tournament  atau TGT (Mahmudin, 2009)


Teams Games-Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.

Keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT:

1.        Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.

2.        Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.

3.        TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.

4.        TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)

5.        Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.

6.        TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.

Langkah-Langkah pembelajaran dengan TGT:

a.         Pembentukan kelompok dalam pembelajaran TGT kelas dibagi dalam beberapa kelompok.Tiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Tiap kelompok mempunyai sifat heterogen dalam hal jenis kelamin dan kemampuan akademik sebelum materi pelajaran di berikan kepada siswa. Dijelaskan bahwa mereka akanbekerja sama dalam kelompok selama beberapa minggu dan memainkan peranan akademik untuk menambah poin bagi nilai kelompok mereka.Bahwa kelompok yang nilainya tertinggi akan mendapatkan penghargaan.

b.        Pemberian materi pelajaran dalam TGT mula-mula diberikan melalui forum presentase kelas berupa pengajaran langsung atau diskusi dalam pelajaranyang dilakukan oleh guru. Materi pengajaran dalam TGT di rancang khusus untuk menunjang pelaksanaan tournament.

c.         Belajar kelompok kepada masing-masing kelompok diberikan tugas untukmengerjakan lembar kerja siswa (LKS) yang telah di sediakan. Fungsi utama kelompok ini adalah memastikan bahwa semua anggota kelompok belajar dan lebih khusus lagi untuk menyiapkan anggotanya agar dapatmengerjakan soal-soal latihan yang akan di evaluasi melalui tournament.

d.        Tournament merupakan suatu struktur dimana permainan ituterjadi. Biasanya diadakan di akhir pokok bahasan atau akhir minggu setelah guru mengajar di kelas dan kelompok-kelompok telah mendapatkan waktu untuk latihan-latihan dengan lembar kegiatan. Permainan disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang diperoleh siswa dari penyampaian pelajaran di kelas dan kegiatan-kegiatan kelompok.

 

4.      Strategi Pembelajaran Kooperatif  Tipe Team Accelerated Individualization atau TAI


TAI atau Team Accelerated Indivudualization (Percepatan Pengajaran Tim) diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju (Slavin, 2008: 186).

TAI tergantung pada pengaturan khusus materi-materi pengajaran dan memiliki panduan implementasinya sendiri.

E.     Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning atau CTL)  


CTL bukanlah singkatan dari Catat Tinggal Lungo (Bahasa Jawa) atau mencatat kemudian ditinggal pergi. Artinya seorang guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk mencatat pelajaran di kelas kemudian pergi begitu saja. Tetapi, CTL atau Contextual Teaching and Learning adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan­nya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubung­an antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu­pan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembela­jaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment) (Amier, 2010).

Strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna mate­ri pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da­pat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.

Contextual teaching and learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukanmateri yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehinggamendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Secara garis besar langkah-langkah penerapatan CTL dalam kelas sebagai berikut (Almasdi, 2010):

a.         Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

b.         Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik

c.         Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

d.        Ciptakan masyaraka belajar (belajar dalam kelompok)

e.         Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

f.          Lakukan refleksi di akhir pertemuan

g.         Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

F.      Strategi Pembelajaran Inkuiri


Strategi pembelajaran inkuiri menenkankan pada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitaor dan pembimbing siswa untuk belajar.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pro­ses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemu­kan.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di an­taranya:

a.         Strategi ini merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna. Strategi ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

b.         Strategi ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembang­an psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses pe­rubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

c.         Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuh­an siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

Di samping memiliki keunggulan, strategi ini juga mempunyai kelemah­an, di antaranya:

a.         Jika strategi ini digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

b.         Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

c.         Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

d.        Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka startegi ini akan sulit diimplementasi­kan oleh setiap guru.

G.    Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning atau PBL)


Ada beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini dimulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan oleh peserta didik. Masalah tersebut dapat berasal dari peserta didik atau dari pendidik. Peserta didik akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, peserta didik belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya. Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. David Johnson and Johnson mengemukakan 5 langkah strategi PBL melalui kegiatan kelompok (Anonim, 2012):

1.         Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.

2.         Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga akhirnya peserta didik dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan.

3.         Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.

4.         Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.

5.         Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan kegiatan, evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.

Dari penjelasan di atas dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan di dalam proses pembelajaran, yaitu:

1.      Keunggulan

Sebagai suatu strategi pembelajaran, strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:

·      Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

·      Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa. 

·      Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. 

·      Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 

·      Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 

·      Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. 

·      Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 

·      Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

·      Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa, pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.

2.      Kelemahan

Di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya:

·           Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

·           Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. 

·           Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar