Fix. Resmi. Aku (Suci) masuk Junior High School.
Pilih sekolah yang dekat dari rumah. Alasannya biar mudah aksesnya. Karna masih harus bolak-balik RS. Teman masih satu kelas sama Fina. Semakin dekat sama dia dan sekarang sudah benar-benar hilang kontak sama best friend masa elementary school. Semua tinggal kenangan. Bukan berarti benci atau menjadi musuh. Tapi memang sudah jarang bisa ketemu lagi karena beda sekolah. Teman-teman di kelas ini pun tak kalah asyiknya sama teman-teman sebelumnya.
Memulai hari baru dengan semangat dan harapan yang baru. Masalah pelajaran sama sekali tidak ada masalah. Juara kelas. Pasti, harus dan wajib. Walaupun di tingkat ini aku harus berusaha dengan keras untuk menjadi the best di kelas. Karena kebetulan aku masuk di kelas terbaik di tingkat ini dan satu-satunya anak yang sama sekali belum bisa aku kalahkan adalah Riza. Anak paling jenius dari semua kelas di tingkat ini. TIDAK BISA JADI YANG PERTAMA, JADI YANG KEDUA PUN TIDAK MASALAH. Itu yang selalu aku tanamkan dalam diriku. Karena aku tidak mungkin memaksakan apa yang aku sendiri tidak mampu. Resmi. Di Junior High School aku bukan menjadi yang pertama lagi. Tidak masalah buatku. Karena banyak sisi lain yang akan lebih indah dari itu. Apakah itu cinta??? Ohh.. tentu bukan. Bukan tentang itu. Tapi tentang pengalaman mengikuti olimpiade. Iya. Olimpiade matematika. The best experience walaupun tidak menjadi pemenang.
Hari demi hari berjalan dengan lancarnya. Selancar ring road di jogja. Sekolah OK. Ngaji Yes. Menjadi lebih akrab sama dokter-dokter itu. Sudah seperti saudara sendiri. Masuk sekolah ini aku sudah mulai dibelikan HP sama bapakku. Ini HP pertama di dusunku. Bapak yang hebat. Dengan alat ini aku bisa ngobrol sama dokter-dokter itu tanpa harus bertatap muka. Bebas mau tanya tentang apa saja sama dokter-dokter itu. Mudah. Hingga tiba saatnya kenaikan kelas. Masuk kelas VIII.
Kebiasaan pingsan sejak kelas VII ketika upacara itu sepertinya sudah menjadi langgananku. Aku mulai lemah di tingkat ini. Tidak seperti ketika masih di SD dulu. Aku menjadi lebih sering ke UKS. UKS menjadi kamar pribadiku waktu di sekolah. Salah satu pengalaman menyedihkan, lucu, dan menyesalkan adalah ketika aku sudah mulai merasa tidak enak badan dari rumah, aku sekekolah membawa HP. Padahal sekolah sama sekali tidak memperbolehkan siswanya membawa HP ke sekolah dan yang paling menyesalkan lagi adalah aku salah satu siswa yang mendapat beasiswa di sekolah ini. Saat aku sedang istirahat di UKS aku ditemani Tiya. Aku istirahat sambil memainkan HPku bersama Tiya dan itu diketahui oleh guru BK. Apa yang terjadi selanjutnya?? Dimarahi. *Sucibodobangetsich.?? Iya. "Maafkan aku Ibu. Aku tidak akan mengulanginya lagi". Untungnya beasiswa itu tidak dicabut. Alhamdulillah.
Salah satu ekstrakurikuler yang aku ikuti saat ini adalah Qiro'ah. Asyik. Seru. Menyenangkan. Jujur. Kalau boleh memilih aku ingin sekali ikut bela diri, tae kwon do, atau apalah yang sejenis dengan itu. Tapi itu sama sekali tidak direkomendasikan oleh dokterku. Sangat menyedihkan. Akhirnya aku jalani apa yang aku bisa lakukan.
Setahun sudah aku menduduki kelas VIII ini. Tiba saatnya ujian kenaikan kelas. 6 Mei 2006 jam 06 lebih berberapa menit gempa mengguncang jogja dan ujian dihentikan sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Rumah-rumah hancur, banyak keluarga yang kehilangan harta benda dan nyawa. Saat itu aku sedang rebutan mandi sama Tiana adikku. Kami memang sudah bangun sejak subuh tetapi kami memang mementingkan malas-malasan di tempat tidur dari pada buru-buru ke kamar mandi dan siap-siap berangkat sekolah. Saat sampai di kamar mandi terasa guncangan itu semakin kuat dan semakin kuat. Hingga tidak tahu lagi harus berpegangan dengan apa. Karena guncangan itu benar-benar membuat kami tersungkur dan bangunan kamar mandi itu hancur lebur rata dengan tanah. Akhirnya kami berdua sebisa mungkin lari ke bawah dan segera mungkin lari keluar menemui mama dan bapak yang sudah lebih dulu keluar rumah.
Guncangan itu berhenti. Walaupun masih sempat terasa guncangan-guncangan kecil. Kami mandi dengan air seadanya. Buru-buru dan makan pun juga terasa tidak enak. Tidak lama kemudian ada kabar kalau rumah nenek hancur. Tante, om, dan anaknya yang serumah dengan nenek dan kakek sedang ke pantai sejak ba'da subuh. Dalam rangka cari angin segar karena anaknya sedang batuk. Tak pakai ba bi bu lagi mama dan bapak menjemput nenek. Baru di tengah perjalanan tiba-tiba puluhan orang bersepeda motor menghadang perjalanan. Mereka ngebut buru-buru dan tidak pakai aturan perjalanan sambil teriak tsunami. Lucunya lagi orang-orang itu berasal dari utara dan bergerak ke selatan mencari dataran lebih tinggi dari pada tempat mereka. Tak pakai pikir panjang mama dan bapak tidak jadi jemput nenek kakek dan malah ikut arak-arakan tersebut. Aku dan Tiana tinggal di rumah. Bengong lihat arak-arakan seperti kampanye yang berisik dan panjang lewat depan rumah. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi di luar sana.
Tak lama kemudian mama dan bapak kembali pulang. Mungkin mereka ingat dengan anak-anaknya yang sedang dirumah. Kemudian kami berempat segera lari ke pegunungan dekat rumah kami. Tidak jadi ikut arak-arakan itu. Beberapa lama kemudian tiba-tiba HP drop dan mati. Tidak bisa menghubungi om dan tante yang sedang di pantai. Setelah itu baru ingat kalau nenek dan kakek belum jadi dijemput. Akhirnya ortuku jemput mereka. Mereka khawatir sama om dan tante. Jangan-jangan mereka sudah terkena tsunami itu.
Sekitar jam 8, tante dan om sampai di rumahku. Mereka baik-baik saja dan sama sekali tidak tahu kalau ada gempa dan tidak tahu juga kalau ada tsunami. Mereka benar-benar kaget. Mereka yang dipantai saja tidak kenapa-kenapa, kok yang di dataran tinggi jauh dari pantai sudah heboh tsunami. Mungkin pantai utara yang meluap, bukan pantai selatan. Tetapi di jogja ada gunung merapi. Air tsunami pantai utara bisa melompat melewati gunung merapi?? Orang-orang yang ada di dataran tinggi itu tertawa.
Sampai tengah hari banyak orang yang masih berkumpul di tempat itu. Yang naik pohon sudah mulai berani turun. Anak-anak yang nangis ketakutan ditinggal orang tuanya sudah berhenti. Orang-orang yang telah menelantarkan saudara yang luka-luka terkena reruntuhan sudah mulai ingat dan segera memberikan pertolongan pertamanya.
Sore harinya kami mulai membuat tenda di tempat itu. Tenda berukuran 2 x 3 diisi oleh 4 anggota keluarga. Seru asyik. Dingin-dingin bersama. Makan mie instan satu bungkus untuk bertiga. Yang orang tua cuma bisa ngiler. Malam harinya hujan turun. Syukur alhamdulillah saja.
Hari berikutnya sudah ada bantuan mulai turun. Nasi aking instan dan selimut mulai didistribusikan. Setidaknya kami sudah tidak kedinginan dan kelaparan lagi. Hari-hari berikutnya bantuan mulai merata dan kehidupan hampir kembali normal walaupun harus terseok-seok memulai dari nol lagi.
Seiring berjalannya waktu, jogja mulai bangkit dari keterpurukan itu dan ujian kenaikan kelas kembali di gelar. Ujiannya masih di luar kelas. Lesehan. Setiap ada gempa kecil lagi kami yang sedang mengikuti ujian berlari menuju tengah lapangan. Dan itu tidak hanya selaki dua kali. Tapi berkali-kali. Tapi itu semua tidak menyurutkan langkah kami untuk tetap mengikuti ujian dan tidak menjadikannya sebagai kesempatan untuk bekerja sama. Say No to Cheating..!!
Liburan kenaikan kelas sedang berjalan. Saat-saat ini sangat dimanfaatkan oleh dokter-dokterku untuk kembali melaksanakan operasi selanjutnya. Kali ini prosesnya sangat lama dan membosankan. Karena rumah sakit juga banyak yang rusak dan sedang dalam proses renovasi jadi pelayanan sedikit terganggu sehingga banyak menunggu.
Operasi baru bisa dilakukan ketika semester awal kelas IX. Resmi. Di kelas ini aku jarang masuk sekolah. Aku dapat materi dari teman-teman yang telah berbaik hati padaku. Walaupun begitu nilai Try Out UN ku pun tidak kalah sama mereka yang tiap hari berangkat. Malah aku masih tetap mendapatkan urutan juara yang lebih tinggi dari mereka. Akhirnya aku lulus dari sekolah ini dengan nilai yang tidak mengecewakan.
Hari berikutnya sudah ada bantuan mulai turun. Nasi aking instan dan selimut mulai didistribusikan. Setidaknya kami sudah tidak kedinginan dan kelaparan lagi. Hari-hari berikutnya bantuan mulai merata dan kehidupan hampir kembali normal walaupun harus terseok-seok memulai dari nol lagi.
Seiring berjalannya waktu, jogja mulai bangkit dari keterpurukan itu dan ujian kenaikan kelas kembali di gelar. Ujiannya masih di luar kelas. Lesehan. Setiap ada gempa kecil lagi kami yang sedang mengikuti ujian berlari menuju tengah lapangan. Dan itu tidak hanya selaki dua kali. Tapi berkali-kali. Tapi itu semua tidak menyurutkan langkah kami untuk tetap mengikuti ujian dan tidak menjadikannya sebagai kesempatan untuk bekerja sama. Say No to Cheating..!!
Liburan kenaikan kelas sedang berjalan. Saat-saat ini sangat dimanfaatkan oleh dokter-dokterku untuk kembali melaksanakan operasi selanjutnya. Kali ini prosesnya sangat lama dan membosankan. Karena rumah sakit juga banyak yang rusak dan sedang dalam proses renovasi jadi pelayanan sedikit terganggu sehingga banyak menunggu.
Operasi baru bisa dilakukan ketika semester awal kelas IX. Resmi. Di kelas ini aku jarang masuk sekolah. Aku dapat materi dari teman-teman yang telah berbaik hati padaku. Walaupun begitu nilai Try Out UN ku pun tidak kalah sama mereka yang tiap hari berangkat. Malah aku masih tetap mendapatkan urutan juara yang lebih tinggi dari mereka. Akhirnya aku lulus dari sekolah ini dengan nilai yang tidak mengecewakan.
See you in the next post wae lah.. Part 4. Senior High School... >>>>>>>>>>>>>>>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar