Sabtu, 20 September 2014

Gara-gara Rezky Aditya ^sebuah cerita fiktif^


“Yaa Alloh Yaa Waddud,.
Izinkan aku mengenalnya lebih dekat,
izinkan aku berkumpul dengannya untuk taat kepadaMU,
hati ini telah terpaut padanya untuk bersama-sama mencurahkan mahabbah kepadaMu,
izinkan aku bersatu dengannya dalam dakwahMu, berjanji setia untuk membela syariatMu,
Yaa Rahmanu Rahiim..
Abadikanlah kasih sayangku untuknya,
Tunjukkanlah jalanku dan penuhilah aku dengan cahayaMU yang tak pernah redup,
Lapangkanlah dadaku dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepadaMu.”

Sekilas, doa itu yang ku ingat empat tahun lalu di warung internet bilik 4 dekat rumah ketika melihatnya di media sosial. Sebut saja dia Afiz yang membuatu terpesona. Bukan karena fisiknya saja. Walaupun firman Alloh SWT dalam QS. At-Tiin: 4 sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”, tapi karena dia mengikuti firman Allah dalam QS. Ali Imran: 31 yang artinya” Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Seiring berjalannya waktu, kami saling cerita, canda, dan tawa. Selidik punya selidik ternyata dia adalah teman Rahman  yang lebih dulu berteman denganku. Sedangkan Rahman adalah temannya teman dekatku Claudy yang ku kenal dari salah satu grup pecinta Rezky Aditya. Artis terkenal yang sedang digandrungi banyak wanita. Apalagi sinetronnya yang waktu itu sedang in dan menduduki rating tertinggi di dunia sinetron Indonesia.

Cerita punya cerita Rahman ngefans sama Claudy. Akhirnya Claudy pun cerita-cerita lewat inbox tentang Rahman padaku.
“Fit, kamu kaya’nya berteman dengan Rahman deh. Emang kamu kenal dia?” selidik Claudy.
“Iya, aku emang berteman dengan Rahman. Aku cuma tahu kalau dia tinggal di Jakarta. Selebihnya gak tahu. Emang kenapa Dy?” tanyaku.
“Gak papa sih. Hehehe.”
“Kaya’nya dia ngefans sama kamu deh Dy. Dia lagi usaha deketin kamu tuh” godaku.
“Ihh, egk mau deh Fit. Kamu aja sana” balas Claudy.
“Yee, Claudy ko’ gtu.?? Kalau aku sih mendingan buat kamu aja Dy.”
“Ogah ahh. Ehh Fit, aku balik tugas dulu yak.??”
“Oke deh.. Salam buat Rahman ya, bilang sama dia tetap semangat. Hahaha”
“Fit apaan sih.??

Akhirnya Claudy melanjutkan pekerjaannya sebagai coas dokter di salah satu rumah sakit di Yogya, dan aku sendiri juga melanjutkan tugasku sebagai mahasiswi program sarjana matematika.
***

Waktu terus berlalu. Kami bertiga, Aku, Claudy, dan Rahman akhirnya semakin dekat dan semakin akrab. Di saat akrabnya hubungan kamu bertiga, Afiz muncul dengan segala pesonanya (dilebay’in ahh.. xixixi J). Dan sepertinya usaha Rahman untuk berkenalan lebih jauh dengan Claudy tidak ada perkembangan. Rahman pun mulai melangkah mundur setapak demi setapak dan akhirnya menghilang dari Claudy. Walapun aku dan Claudy masih bersahabat seperti dulu tapi intinsitas kami ngobrol dengan Rahman semakin sedikit. Bahkan hampir tidak ada. Akhirnya Rahman malah lebih sering cerita-cerita dan curhat kepadaku. Akupun menjadi sering cerita-cerita, saling tukar pengetahuan tentang apapun dengan Afiz dan Rahman. Berlanjut hampir selama satu setengah tahun.

Detik demi detik, hari demi hari berlalu. Keindahan dan keseruan itu akhirnya hilang. Mungkin benar apa firman Alloh SWT dalam QS. Al-Hadid: 20 yang artinya “Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan- Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

Tetapi waktu terus berlalu, hidup terus berputar.
"Hidup harus terus berlanjut, tidak peduli seberapa menyakitkan atau membahagiakan, biar waktu yang menjadi obat". -- Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong.


Dalam masa-masa setelah cerita antara Aku, Afiz, dan Rahman berlalu, aku tetap berproses. Untuk menjadi lebih baik. Tentunya. dan demi meraih tujuan hidup.
Seperti yang dikatakan Tere Liye dalam novelnya, "Orang-orang yang memiliki tujuan hidup tahu persis apa yang hendak dicapainya, maka baginya semua kesedihan yang dialaminya adalah tempaan, harga tujuan tersebut. Dan sebaliknya."
Demikian juga dengan jalan kehidupanku dalam bersosialisasi. Seorang laki-laki datang kembali dengan segala tujuan hidupnya untuk bersamaku. Sebut saja dia Fian.

 
To Be Continue..............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar